Bahan Kimia Rumah Tangga
Part I CONTOH BAHAN KIMIA RUMAH TANGGA
1. Pewangi
a. Pengertian
pewangi
Pewangi merupakan bahan kimia yang biasanya terdapat dalam
parfum, pengharum ruangan, pengharum lantai, pengharum pakaian, dan pengharum
toilet.Kebanyakan pewangi menggunakan zat-zat kimia. Sementara pemakaian produk
apa pun yang merupakan zat-zat kimia, bila berlebihan atau berkontak langsung
melalui sistem pernapasan, akan menimbulkan gangguan pada fungsi sistem saraf.
Demikian dikemukakan Dr Budiawan dari Puska RKL (Pusat Kajian Risiko dan
Keselamatan Lingkungan). Bahan pewangi organik dapat dengan mudah terserap
melalui kulit dan menyebabkan efek pada kulit seperti iritasi dan dermatitis.
Meskipun komponen zat kimia aktif yang dikandung tiap pewangi berbeda-beda.
b. Jenis-jenis
pewangi
Ada berbagai jenis pewangi. Ada
yang padat (biasanya pewangi yang diperuntukkan untuk toilet dan lemari), ada
yang cair, gel dan ada juga yang semprot. Sementara penggunaannya, ada yang
digantungkan, ada yang diletakkan begitu saja, atau ditempatkan di bibir AC
maupun kipas angin.
Ada 2 jenis zat pewangi, yakni
yang berbahan dasar air dan berbahan dasar minyak. Pewangi berbahan dasar air
umumnya memiliki kestabilan aroma (wangi) relatif singkat (sekitar 3-5 jam).
Itulah mengapa pewangi berbahan dasar air relatif lebih aman bagi kesehatan
dibandingkan pewangi berbahan dasar minyak.
Pewangi berbahan dasar minyak
lebih tahan lama sehingga harga jualnya bisa lebih mahal. Pewangi jenis ini
biasanya menggunakan beberapa bahan pelarut/ cairan pembawa, di antaranya
isoparafin, diethyl phtalate atau campurannya.Sementara jenis pewangi yang
disemprotkan umumnya mengandung isobutane, riburane, propanc atau campurannya.
Untuk bentuk gci disertai kandungan bahan gum. Adapun zat aktif aroma bentuk
ini umumnya berupa campuran zat pewangi, seperti limo-ncne, benzyl acetate,
linalool, citronellol, ocimcnc, dan sebagainya.
Bahan pewangi umumnya terdiri
atas tiga bentuk, yaitu:
1)
Pewangi
padat, misalnya seperti bedak.
2)
Pewangi
cair, misalnya seperti deodoran.
3)
Pewangi
aerosol cair, misalnya seperti parfum.
Pewangi berbentuk aerosol cair menggunakan senyawa kimia pendorong (propelan)
agar dihasilkan aerosol, yaitu kloroflurokarbon (CFC).
Aroma harum pada bahan pewangi
dapat diperoleh dari bahan alami, seperti:
1) Fenil alcohol = terdapat pada
bunga mawar
2) Sitrat = buah jeruk
3) Ambergis = dari ekstrak usus ikan paus
4) Gray amber = dari sperma ikan
hiu
5) Castorium = dari kelenjar kaki
rusa betina yang ada di Amerika Utara
6) dan Siberia
7) C/Vet = dari kelenjar musang
Ethiopia
c. Bahaya
pewangi
Menurut Budiawan, bahaya pewangi
umumnya tergantung pada jenis/bentuknya maupun pewangi dan komponen-komponen
kimia aktif yang terkandung di dalamnya, disamping faktor pengaruh lain,
seperti jalur paparannya. Dari segi bentuk, sediaan yang mudah menguap
(aerosol) lebih berisiko bagi tubuh, terutama jika terjadi kontak langsung
melalui sistem pernapasan. Namun demikian kontak yang terjadi melalui kulit pun
bukan tak berisiko mengingat zat pewangi akan begitu mudah memasuki tubuh.Pada
prinsipnya semua zat pewangi tersebut berisiko terhadap kesehatan. Terutama
pada mereka yang berada pada kondisi rentan, seperti ibu hamil, bayi, dan anak,
ataupun orang yang sangat sensitif terhadap zat-zat pewangi. Sayangnya, baru
sekitar 80% zat pewangi belum teruji keamanannya terhadap manusia. Di sinilah
kewaspadaan konsumen betul-betul dituntut.
Ada pun pewangi yang sudah
dilarang The International Fragrance Association (IFRA) di antaranya pewangi
yang mengandung musk ambrette, geranyl nitrile, dan 7-methyl coumarin. Sedangkan
yang berbentuk gel dilarang bila mengandung zat-zat pengawet yang berbahaya
bagi kesehatan, seperti formaldehyde dan methylchloroisothiozilinone. Jadi,
tidak semua pewangi memberi efek negatif bagi kesehatan. Artinya, kita masih
bisa menggunakan pewangi yang beredar di pasaran.Pewangi dapat saja memicu
gangguan pernapasan ataupun asma, sakit kepala hingga kemungkinan gangguan
pertumbuhan janin pada ibu hamil. Tapi hal ini akan terjadi jika memakai zat
pewangi yang sudah dilarang penggunaannya sebagaimana yang direkomendasikan.
d. Pencegahan
bahaya pewangi
Secara kasat mata mungkin sulit untuk mengetahui mana
pewangi yang aman dan mana yang berbahaya. Sebagai tindak pencegahannya,
konsumen harus cerdik memilih pewangi dengan merek terdaftar/teregistrasi. Dengan
demikian keamanannya minimal cukup terjamin di bawah lembaga pengawas/pemberi
izin.
Tentu saja demi keamanan konsumen, badan pengawas harus
benar-benar mengontrol peredaran pewangi ini. Terlebih terhadap pewangi dengan
kandungan zat-zat tertentu yang memang diketahui berisiko bagi kesehatan.
Mengapa hal ini perlu ditekankan? Karena pihak produsen kerap tidak mau
mencantumkan pada kemasan mengenai komposisi bahan-bahan dalam pewangi yang
diproduksinya.
Bagi konsumen dianjurkan agar senantiasa cermat membaca
label atau registrasi produk. Selain itu, gunakan pewangi seperlunya saja
sesuai kebutuhan. Menggunakannya pun jangan berlebihan sambil selalu
mengedepankan kehati-hatian dalam memilih produk. Jangan lupa untuk
menyimpannya jauh dari jangkauan anak-anak, terutama balita.Yang tak kalah
penting untuk diperhatikan, hindari produk pewangi dari kontak langsung dengan
sinar matahari guna mencegah terjadinya perubahan kimiawi. Itulah mengapa
hindari area yang langsung terpapar sinar matahari sebagai tempat penyimpanan
pengharum.Hindari pemakaian kamper untuk kebutuhan Bayi.Berdasarkan hasil studi
terdahulu (WHO), jika zat kamper (naftalen) kontak langsung pada bayi secara
perkutan (penyerapan melalui kulit) dan paparannya sering serta berlebihan
dalam penggunaaannya, dapat menyebabkan peningkatan kadar billirubin dalam
darah yang dapat mengganggu sistem saraf pusat
Pewangi merupakan bahan kimia lain
yang erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Kita dapat memperoleh
bahan pewangi dari bahan alam maupun sintetik. Bahan pewangi alami yang sudah
kita kenal di antaranya diperoleh dari daun kayu putih, kulit kayu manis,
batang kayu cendana, bunga kenanga, bunga melati, dan buah pala. Bahan pewangi
sintetik biasanya dipakai dalam berbagai pewangi atau parfum dalam kemasan.
Selain zat yang menimbulkan aroma wangi, pewangi yang dijual di pasaran
biasanya mengandung zat-zat lain, seperti alkohol untuk pewangi yang berbentuk
cair dan tawas untuk pewangi yang berbentuk padat.
Selain alkohol, masih terdapat beragam zat tambahan lainnya
yang sengaja ditambahkan ke dalam pewangi agar parfum mudah disemprotkan (zat
tersebut berfungsi sebagai propelan). Di antara zat-zat tambahan yang dapat
berfungsi sebagai propelan tersebut ada yang dapat mencemari lingkungan.
Propelan tertentu jika lepas ke udara kemudian masuk ke atmosfer bagian atas
akan merusak lapisan ozon (suatu lapisan di udara bagian atas yang melindungi
manusia dari sinar-sinar berenergi tinggi, seperti sinar ultra violet). Untuk
itu, kita harus selektif ketika membeli produk berupa parfum, jangan sampai
mengandung bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan.
2. Detergen
a. Pengertian
dan manfaat
Detergen adalah pembersih sintetis campuran berbagai bahan,
yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibanding dengansabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air.Kebersihan merupakan salah satu faktor penting bagi kesehatan masyarakat.
Untuk menjaga kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal serta tempat umum
dibutuhkan produk pembersih atau sabun cuci yang dapat diandalkan. Ibu rumah
tangga, rumah sakit, sarana umum lain hingga hotel berbintang lima pasti
menjadikan produk yang satu ini sebagai bagian kehidupan sehari-hari untuk
mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga.
b. Bahan-bahan
detergen
Pada umumnya mengandung bahan-bahan berikut:
1) Surfaktan
Surfaktan
(surface active agent) merupakan zat
aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan
hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkantegangan permukaan
air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:
a) Anionik
i. Alkyl Benzene Sulfonate (ABS)
ii. Linier Alkyl Benzene Sulfonate
(LAS)
iii. Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b) Kationik : Garam Ammonium
c)
Non
ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
d) Amphoterik : Acyl
Ethylenediamines
2) Builder
Builder (pembentuk) berfungsi
meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
mineral penyebab kesadahan air.
a) Fosfat : Sodium Tri Poly
Phosphate (STPP)
b) Asetat : Nitril Tri Acetate
(NTA) dan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
c)
Silikat
: Zeolit
d) Sitrat : Asam Sitrat
3) Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak
mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh
Sodium sulfat.
4) Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk
lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih
untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida,
Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
c. Jenis-jenis
detergen
Kita tentu sudah akrab dengan
detergen, selama ini kita mengenal detergent sebagai bubuk pembersih pakaian.
Sebenarnya deterjen adalah senyawa organik, yang memiliki dua kutub dan
bersifat non-polar karakteristik. Ada tiga jenis deterjen yaitu anionic,
kationik, dan non-ionik. Anionic dan permanen kationik memiliki muatan negatif
dan positif yang melekat pada non-polar (hidrofobik) CC rantai. Detergen
non-ionik tidak mempunyai muatan ion tetap, hal ini terjadi karena mereka
memiliki jumlah atom yang lemah elektropositif dan elektronegatif yang
disebabkan oleh kekuatan menarik elektron atom oksigen.
Ada dua jenis karakteristik
detergent yang berbeda yaitu fosfat deterjen dan surfaktan deterjen. Pada umumnya
deterjen yang mengandung fosfat akan terasa panas ditangan, sedangkan surfaktan
adalah jenis deterjen yang sangat beracun. Perbedaan kedua jenis detergen itu
adalah deterjen surfaktan lebih berbusa dan bersifat emulsifying deterjen.
Disisi lain fosfat detergent adalah deterjent yang membantu menghentikan
kotoran dalam air.Zat yang terkandng didalam detergent juga digunakan dalam
formulasi dalam pestisida. Degradasi alkylphenol polyethoxylates (non-ion)
dapat menyebabkan pembentukan alkylphenols (terutama nonylphenols) yang
bertindak sebagai endokrin pengganggu jika limbah detergent bercampur dengan
air limbah lain di saluran air.Awalnyadeterjen mesin cuci dikenal sebagai
produk cuci pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk
sabun cuci seperti:
1)
Personal
cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci
tangan, dll.
2)
Laundry,
sebagai sabun deterjen pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling
populer di masyarakat.
3)
Dishwashing
product, sebagai sabun cuci piring alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan
cuci piring manual maupun produk sabun mesin pencuci piring.
4)
Household
cleaner, sebagai produk cuci rumah seperti produk sabun cuci pembersih lantai,
pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.
d. Bahaya
detergen
Tanpa mengurangi makna manfaat
deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia
yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap
kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni
surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Surfaktan dapat menyebabkan
permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit
dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan
bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima
dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan
dengan surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat
dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan
air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan
berbahaya bagi kesehatan.Pada awalnya surfaktan jenis ABS banyak digunakan oleh
industri deterjen. Namun karena ditemukan bukti-bukti bahwa ABS mempunyai
risiko tinggi terhadap lingkungan, bahan ini sekarang telah digantikan dengan
bahan lain yaitu LAS.
Builders, salah satu yang paling
banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang
peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu
menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat
aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Phosphate yang
biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP).
Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu
nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu
banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan
di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan
algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi
bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai
suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru
membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara,
penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah
dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.
Deterjen yang selama ini kita gunakan untuk mencuci pakaian
sebenarnya merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang
diberi berbagai tambahan bahan kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna,
dan bahan pewangi. Generasi awal deterjen pertama kali muncul dan mulai
diperkenalkan ke masyarakat sekitar tahun 1960-an dengan menggunakan bahan
kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai
penghasil busa.(Wikipedia, 2009).
Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu
lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya
air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat
kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen
misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup
di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar
sungai tersebut.
Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan.
Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang
disebut ABS. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan
pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS
(alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen
tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang
tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalamkonsentrasi tinggi akan
mengancam dan membahayakan kehidupan biota airdan manusia yang mengkonsumsi
biota tersebut.
Awalnya inovasi yang dianggap cemerlang ini ini mendapatkan
respon yang menggembirakan. Namun seiring berjalannya waktu, ABS setelah
diteliti lebih lanjut diketahui mempunyai efek destruktif (buruk) terhadap
lingkungan yakni sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Hal ini menjadikan sisa
limbah deterjen yang dikeluarkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi
limbah berbahaya dan mengancam stabilitas lingkungan hidup kita.Beberapa negara
di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan
deterjen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl
Sulfonat, atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen
yang kita pakai dengan nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan
tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga
menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang
diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan kita membutuhkan waktu selama 90 hari
untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai.
Efek paling nyata yang disebabkan oleh limbah deterjen rumah
tangga adalah terjadinya eutrofikasi (pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng
gondok). Limbah deterjen yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan
pertumbuhan ganggang dan enceng gondok sehingga dasar air tidak mampu ditembus
oleh sinar matahari, kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air
mengalami degradasi, dan unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal seperti
ini tidak segera diatasi, ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan
manusia itu sendiri, sebagai contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran
selokan. Secara tidak langsung rumah tangga pasti membuang limbah deterjennya
melalui saluran selokan ini, dan coba kita lihat, di penghujung saluran selokan
begitu banyak eceng gondok yang hidup dengan kepadatan populasi yang sangat
besar.
Selain merusak lingkungan alam, efek buruk deterjen yang
dirasakan tentu tak lepas dari para konsumennya. Dampaknya juga dapat
mengakibatkan gangguan pada lingkungan kesehatan manusia. Saat seusai kita
mencuci baju, kulit tangan kita terasa kering, panas, melepuh, retak-retak,
gampang mengelupas hingga mengakibatkan gatal dan kadang menjadi alergi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari
beberapa kajian menyebutkan bahwa deterjen memiliki kemampuan untuk melarutkan
bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap
masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan
rasa tidak enak. Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam
penyakit bagi manusia. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah
mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan
beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1
milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa
minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi
limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker
(karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang
apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat
berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air
minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor)
sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi.
Pada percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa deterjen itu
memang mempunyai dampak buruk terhadap berbagai lingkungan kehidupan kita. Baik
itu lingkungan terrestrial dimana kita hidup, kemudian lingkungan perairan
termasuk organisme yang hidup di dalamnya, atau bahkan juga lingkungan
kesehatan manusia sendiri yang sebenarnya tanpa kita sadari mulai
perlahan-lahan menyerang kesehatan kita.
Deterjen fosfat tinggi seperti tri-natrium fosfat (TSP)
dapat dibeli di beberapa toko cat dan perangkat keras. Pembersihan secara
teratur dengan deterjen fosfat tinggi telah terbukti efektif dalam mengurangi
debu di yang terdapat di jendela dan di sekitar pintu.Apa yang terjadi jika
limbah deterjent bercampur dengan air?Deterjent memiliki efek beracun dalam
air. Semua deterjent menghancurkan lapisan eksternal lendir yang melindungi
ikan dari bakteri dan parasit, selain itu detergent dapat menyebabkan kerusakan
pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjent 15 bagian per
juta. Detergent dengan konsentrasi rendah pun sebanyak 5 ppm tetap dapat
membunuh telur ikan. Surfaktan deterjen pun tak kalah berbahaya karena jenis
detergent ini terbukti mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme
perairan.
Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas
air. Bahan kimia organik seperti pestisida dan fenol akan mudah diserap oleh
ikan, dengan konsentrasi deterjen hanya 2 ppm dapat diserap ikan dua kali lipat
dari jumlah bahan kimia lainnya. Detergen juga memberi efek negatif bagi biota
air. Fosfat dalam deterjen dapat memicu ganggang air tawar bunga untuk
melepaskan racun dan menguras oksigen di perairan. Ketika ganggang membusuk,
mereka menggunakan oksigen yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.
e. Pencegahan
bahaya detergen
Kesadaran masyarakat pengguna deterjen mesin akan dampak
dibalik manfaat deterjen mesin cuci perlu ditingkatkan. Peran serta masyarakat
dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan deterjen
sangat diharapkan. Banyaknya pilihan produk yang diinformasikan melalui iklan
memang bisa menguntungkan konsumen. Tetapi konsumen tetap perlu berhati-hati,
karena kesalahan memilih produk akan merugikan konsumen sendiri. Sebaiknya
konsumen memilih deterjen yang pada kemasannya mencantumkan penandaan nama
dagang, isi / netto, nama bahan aktif, nama dan alamat pabrik, nomor ijin edar,
nomor kode produksi, kegunaan dan petunjuk penggunaan, juga tanda peringatan
serta cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan. Selain itu dianjurkan bagi
konsumen untuk memilih produk yang mencantumkan bahan aktif yang lebih aman dan
ramah lingkungan. Informasi mengenai produk ramah lingkungan dapat dilihat pada
label baik berupa logo hijau maupun klaim ramah lingkungan. Selain itu produsen
sebaiknya memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai produknya.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang
menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri
yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet,
alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi.
Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen, sehingga menjadi bagian
penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana
produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai
(biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat
rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50%
bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal
ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas
air. LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan
ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus / tidak bercabang yang dengan
mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh konsumen dalam
menggunakan deterjen adalah cara penggunaan yang benar. Pada beberapa deterjen
bubuk ternyata terdapat petunjuk yang tidak tepat. Yaitu ketika konsumen
dianjurkan menggunakan takaran genggam. Hal ini sungguh berisiko karena
deterjen bersifat basa yang berarti korosif terhadap kulit. Apalagi jika kulit
pengguna bersifat sensitif, maka takaran deterjen yang menggunakan istilah ‘genggam’
tersebut akan langsung memberikan reaksi pada kulit berupa gatal, mengering dan
pecah-pecah. Selain itu, takaran genggam bukan ukuran yang bersifat pasti,
karena hanya berupa kira-kira yang sangat tergantung kepada ukuran tangan
seseorang. Jadi kecenderungan konsumen untuk menggunakan berlebihan memang
besar. Disamping itu, karena slogan-slogan pada iklan produk deterjen baik di
media elektronik maupun media cetak, timbul persepsi konsumen bahwa busa banyak
bisa mencuci lebih bersih. Padahal busa yang terlalu banyak bukan berarti
deterjen menjadi lebih efektif, malah sebaliknya, daya cucinya terhambat.
Selain itu keberadaan busa-busa di permukaan badan air menjadi salah satu
penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut.
Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu sebaiknya konsumen menggunakan takaran
khusus untuk deterjen dan produsen menyediakan alat takar tersebut di dalam
kemasan produknya.
Air yang tercemari detergen dapat mengancam kehidupan
organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah ikan. Selain ikan masih
banyak organisme lain, seperti fitoplankton, zooplankton/protozoa,
cyanobacteria, dan lain-lain. Jika organisme-organisme seperti fitoplankton
mati, maka zooplankton akan mati karena tidak ada makanan, ikan-ikan pun akan
mati karena zooplankton yang biasa dimakan tidak ada. Dengan kata lain detergen
dan polutan lainnya yang mencemari air dapat memusnahkan seluruh organisme yang
hidup di dalamnya.Besar tidaknya pengaruh detergen dan polutan lainnya pada
ikan dan makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut.
Semakin tinggi konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.
Sabun dan detergen dapat menjadikan lemak dan minyak yang
tadinya tidak dapat bercampur dengan air menjadi mudah bercampur. Sabun dan
detergen dalam air dapat melepaskan sejenis ion yang memiliki bagian yang suka
air (hidrofilik) sehingga dapat larut dalam air dan bagian yang tidak suka akan
air (hidrofobik) sehingga larut dalam minyak atau lemak.Jika dalam pakaian yang
dicuci dengan detergen terdapat kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat
hidrofobik masuk ke dalam butiran lemak atau minyak dan bagian ion tersebut yang
bersifat hidrofilik akan mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan
butiran-butiran minyak akan saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan
sejenis. Akibatnya, kotoran lemak atau minyak yang telah lepas dari pakaian
tidak dapat saling bersatu lagi dan tetap berada dalam larutan.
Kita
perlu hati-hati dalam memilih bahan pembersih, bahan tersebut jangan sampai
menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Beberapa jenis detergen
sukar diuraikan oleh pengurai. Jika detergen ini bercampur dengan air tanah
yang dijadikan sumber air minum manusia atau binatang ternak maka air tanah
tersebut akan membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih
detergen yang limbahnya dapat diuraikan oleh mikrorganisme (biodegradable).
Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian detergen yang tidak
selektif atau tidak hati-hati adalah:
1)
Rusaknya
keindahan lingkungan perairan;
2)
Terancamnya
kehidupan hewan-hewan yang hidup di air; dan
3)
Merugikan
kesehatan manusia.
Gunakanlah detergen sebijaksana mungkin, jangan buang air
cucian ke perairan yang banyak organisme yang hidup di dalamnya. Gunakanlah
ilmu pengetahuan kita untuk menciptakan solusi masalah ini, misalnya detergen
yang ramah lingkungan. Dan yang paling penting, mari kita memohon ampun pada
Allah Swt., karena selama ini kita telah meracuni alam-Nya, alam sekitar kita.
3. Sabun
Sabun adalah surfaktan yang
digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk
padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya.
Penggunaan sabun cair juga telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik.
Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat
partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang,
deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau
membersihkan.
Sabun merupakan campuran garam
natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau
lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida)
pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal
dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol
dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang
dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat
pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun.
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah
dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari
pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.Bahan pembuatan
sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku
dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan
pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun,
baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai
dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat,
natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
a. Reaksi
Kimia Pada Sabun
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali
adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang
menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai
berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun
sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai
produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk
dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan
yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih
kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan
sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang
digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium
hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium
hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga
mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun
yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.
b. Bahan
Baku
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur
berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau
lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara
minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan
berwujud cair pada temperatur ruang (±
28°C), sedangkan lemak akan
berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa
trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18.
Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi
pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi
keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti
oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak
tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada
asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang
dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses
pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan
ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan
mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa
dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1)
Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh
industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow
ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak),
kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan
kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
2)
Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat
(35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang
dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3)
Palm
Oil (minyak kelapa sawit).
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti
tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan
bahan lainnya.
4)
Coconut
Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan
dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan
diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa
memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga
minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak
kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5)
Palm
Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit.
Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
6)
Palm
Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
7)
Marine
Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut.
Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga
harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan
baku.
8)
Castor
Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk
membuat sabun transparan.
9)
Olive
oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak
zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal
dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
10)
Campuran
minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal
dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.
c. Bahan
baku
Jenis alkali yang umum digunakan
dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines.
NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun,
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH
banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan
dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida
(minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol.
Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun
yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu
menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak
kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum
digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah
tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun
dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
d. Bahan
pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
1) NaCl merupakan komponen kunci
dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil
karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras
struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau
padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium,
dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
2) Bahan aditif merupakan
bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi
kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut
antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
e. Dampak
Limbah Sabun dan Pencegahannya
Sabun anti-bakteri yang menjanjikan dapat membunuh kuman
tampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat. Tetapi sudah banyak pula
penelitian yang menyatakan bahwa sabun antibakteri yang mengandung triclosan
dan triclocarban dapat membahayakan kesehatan manusia dan juga lingkungan
terutama menyebabkan polusi air dan tanah. Sebuah sisi lain dari keuntungan
penggunaan sabun yang menjanjikan dapat membunuh kuman tersebut.limbah
triclosan dan triclocarban yang terbawa oleh air akan bercampur dengan tanah
dan lingkungan air alami. Limbah triclosan dan triclocarban ini berbahaya
karena tidak dapat terurai selama berbulan-bulan bahkan hingga tahunan. Bahan
kimia dari senyawa ini terdiri dari struktur cincin benzena yang terklorinasi,
sehingga membuatnya sangat sulit untuk dipecah atau terurai. Selain itu, kedua
senyawa ini juga menolak air atau hidrofobik, cenderung menempel pada partikel,
sehingga mengakibatkan penurunan ketersediaan proses dan merusak fasilitasi
transportasi jangka panjang dalam air dan udara.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sabun antibakteri
yang mengandung triclosan dan triclocarban diduga dapat merusak organ
reproduksi, menurunkan kualitas sperma, serta produksi tiroid dan hormon
seks.Triclosan dan triclocarban telah dikaitkan dengan gangguan endokrin,
dengan dampak potensial yang merugikan perkembangan seksual dan saraf.Selain
dalam sabun antibakteri, triclosan juga sering dipakai dalam pasta gigi dan
kosmetik. Bahkan saat pertama kali ditemukan 50 tahun lalu, senyawa ini juga
digunakan untuk membersihkan permukaan kulit saat operasi.
Penelitian lain menemukan bahwa kandungan triclosan pada
pasta gigi yang seharusnya dapat mencegah pertumbuhan bakteri, malah dapat
menyebabkan kuman-kuman makin kebal terhadap antibiotik.Penelitian laboratorium
menunjukkan senyawa Triclosan dapat menyebabkan mutasi gen pada beberapa jenis
bakteri, di antaranya E coli, salmonella dan listeria. Dikhawatirkan mutasi itu
akan membuat pengobatan infeksi menjadi tidak efektif.Tak hanya itu, penelitian
terbaru juga menemukan bahwa triclosan dan triclocarban dapat merusak
lingkungan, terutama menyebabkan polusi air dan tanah.Bahkan sebuah studi
menemukan bahwa akumulasi triclosan di air menyebabkan pencemaran di pantai
yang akhirnya mengancam kehidupan lumba-lumba.
SIMAK PART II: PADA LINK DIBAWAH INI YA GUYS.....
Bahan Kimia Rumah Tangga Part II Bahaya Bahan Kimia Rumah Tangga yang Beracun dan Alernatif Pencegahan Serta Cara Penanggulangannya
SIMAK PART II: PADA LINK DIBAWAH INI YA GUYS.....
Bahan Kimia Rumah Tangga Part II Bahaya Bahan Kimia Rumah Tangga yang Beracun dan Alernatif Pencegahan Serta Cara Penanggulangannya